Minggu, 03 Agustus 2014

Komponen Insentif Salesman



Tak dapat dipungkiri bahwa salesman merupakan ujung tombak perusahaan dalam mencetak omset dan laba. Karenanya, upaya mengelola tim salesman yang kreatif dan tangguh juga ditentukan dari komponen insentif salesman yang dirancang oleh manajemen. Tanpa insentif yang menarik tentu saja akan membuat perusahaan mengalami kesulitan dalam ,mempertahankan dan atau meningkatkan sumber daya manusia yang terdepan dalam bisnis apapun ini.
Di masa sekarang banyak perusahaan banyak menggunakan beragam model dalam menyusun komponen insentif salesman. Tentu saja penyusunan model tersebut disesuaikan dengan kapasitas perusahaan, kondisi persaingan, karakter produk, dan tujuan perusahaan itu sendiri. Ada beberapa model insentif baik yang bersifat tunai maupun non tunai yang digunakan dalam meningkatkan produktifitas salesman. Diantara model tersebut adalah sebagai berikut;
1.    Straight Commission
Komponen insentif tunai bagi salesman dalam model ini menitikberatkan pada besaran komisi penjualan yang dicapai oleh salesman. Semakin banyak penjualan yang berhasil dilakukannya tentu akan menghasilkan komisi yang semakin besar pula. Perusahaan asuransi sering menggunakan model ini untuk para agen penjualannya. Dengan system komisi semakin progressif diharapkan para agen dapat melakukan penjualan polis yang semakin banyak dengan premi yang besar pula tentunya.
2.    Gaji Plus Komisi Plus Biaya Perjalanan
Model salary semacam ini biasa dijumpai pada perusahaan retail atau distributor. Komponen insentif tunai salesman biasanya terdiri dari gaji pokok, uang makan, uang transport, dan komisi penjualan/ penagihan. Penerapan ini didasarkan pada coverage area yang cukup luas untuk satu salesman berikut ratusan took yang harus dikelola oleh salesman tersebut. Gaji pokok biasanya mengikuti standart UMR dimana salesman tersebut bekerja. Sementara   untuk komponen uang transport dan uang makan disesuaikan dengan luasnya area penjualan atau jarak tempuh yang harus dilalui oleh salesman. Untuk besaran komisi juga dibedakan menjadi dua, yaitu komisi penjualan grosir dan komisi penjualan retail, besaran komisi ini mencapai 0,1 % s/d 1 % dari penjualan yang terbukukan atau atas dasar jumlah penagihan faktur yang berhasil dicollect oleh salesman.
Selain menerima insentif tunai, ada insentif non tunai yang biasanya diperoleh oleh salesman. Insentif ini biasanya berupa barang baik elektronik maupun non elektronik yang tujuannya untuk mempertahankan motivasi jajaran salesmannya.
3.    Komisi Plus Biaya Call
Bagi perusahaan yang lebih menitikberatkan pada biaya variable maka pilihan model ini masih layak untuk dipergunakan. Dalam komponennya hanya ada dua yaitu komisi dan biaya call. Penentuan besaran komisi juga dipengaruhi oleh volume penjualan yang dihasilkan oleh salesman. Sementara biaya call merupakan insentif tunai yang nilainya dihitung dari seberapa banyak kunjungan outlet atau klien yang dilakukan oleh salesman tersebut. Biaya ini biasanya sangat kecil antara Rp. 1.500 s/d Rp. 2.500 per outlet/ klien yang berhasil dikunjunginya. Namun, paling tidak komponen ini tetap bisa memberikan semangat kepada para salesman untuk terus berproduksi di lapangan serta masih memudahkan manajemen untuk melakukan pengawasan dan evaluasi hasil kerjanya.
Keputusan memilih  komponen insentif salesman mana yang terbaik, tentu saja sangat bergantung pada focus manajemen itu sendiri apakah lebih mementingkan biaya variable ataukah menetapkan secara proporsional antara biaya tetap dan biaya variable yang ada.