Tak dapat dipungkiri bahwa
salesman merupakan ujung tombak perusahaan dalam mencetak omset dan laba. Karenanya,
upaya mengelola tim salesman yang kreatif dan tangguh juga ditentukan dari
komponen insentif salesman yang dirancang oleh manajemen. Tanpa insentif yang
menarik tentu saja akan membuat perusahaan mengalami kesulitan dalam
,mempertahankan dan atau meningkatkan sumber daya manusia yang terdepan dalam
bisnis apapun ini.
Di masa sekarang banyak
perusahaan banyak menggunakan beragam model dalam menyusun komponen insentif
salesman. Tentu saja penyusunan model tersebut disesuaikan dengan kapasitas
perusahaan, kondisi persaingan, karakter produk, dan tujuan perusahaan itu sendiri.
Ada beberapa model insentif baik yang bersifat tunai maupun non tunai yang
digunakan dalam meningkatkan produktifitas salesman. Diantara model tersebut
adalah sebagai berikut;
1.
Straight Commission
Komponen
insentif tunai bagi salesman dalam model ini menitikberatkan pada besaran
komisi penjualan yang dicapai oleh salesman. Semakin banyak penjualan yang
berhasil dilakukannya tentu akan menghasilkan komisi yang semakin besar pula. Perusahaan
asuransi sering menggunakan model ini untuk para agen penjualannya. Dengan system
komisi semakin progressif diharapkan para agen dapat melakukan penjualan polis
yang semakin banyak dengan premi yang besar pula tentunya.
2.
Gaji Plus Komisi Plus Biaya Perjalanan
Model
salary semacam ini biasa dijumpai pada perusahaan retail atau distributor. Komponen
insentif tunai salesman biasanya terdiri dari gaji pokok, uang makan, uang
transport, dan komisi penjualan/ penagihan. Penerapan ini didasarkan pada
coverage area yang cukup luas untuk satu salesman berikut ratusan took yang
harus dikelola oleh salesman tersebut. Gaji pokok biasanya mengikuti standart
UMR dimana salesman tersebut bekerja. Sementara untuk komponen uang transport dan uang makan
disesuaikan dengan luasnya area penjualan atau jarak tempuh yang harus dilalui
oleh salesman. Untuk besaran komisi juga dibedakan menjadi dua, yaitu komisi
penjualan grosir dan komisi penjualan retail, besaran komisi ini mencapai 0,1 %
s/d 1 % dari penjualan yang terbukukan atau atas dasar jumlah penagihan faktur
yang berhasil dicollect oleh salesman.
Selain
menerima insentif tunai, ada insentif non tunai yang biasanya diperoleh oleh
salesman. Insentif ini biasanya berupa barang baik elektronik maupun non
elektronik yang tujuannya untuk mempertahankan motivasi jajaran salesmannya.
3.
Komisi Plus Biaya Call
Bagi
perusahaan yang lebih menitikberatkan pada biaya variable maka pilihan model
ini masih layak untuk dipergunakan. Dalam komponennya hanya ada dua yaitu
komisi dan biaya call. Penentuan besaran komisi juga dipengaruhi oleh volume penjualan
yang dihasilkan oleh salesman. Sementara biaya call merupakan insentif tunai
yang nilainya dihitung dari seberapa banyak kunjungan outlet atau klien yang
dilakukan oleh salesman tersebut. Biaya ini biasanya sangat kecil antara Rp.
1.500 s/d Rp. 2.500 per outlet/ klien yang berhasil dikunjunginya. Namun,
paling tidak komponen ini tetap bisa memberikan semangat kepada para salesman
untuk terus berproduksi di lapangan serta masih memudahkan manajemen untuk
melakukan pengawasan dan evaluasi hasil kerjanya.
Keputusan memilih komponen insentif salesman mana yang terbaik,
tentu saja sangat bergantung pada focus manajemen itu sendiri apakah lebih
mementingkan biaya variable ataukah menetapkan secara proporsional antara biaya
tetap dan biaya variable yang ada.